Mengenal Tradisi Mekotek

Mengenal Tradisi Mekotek

Mengenal – Kedalaman tradisi, adat dan budaya Bali telah menjadikan Bali sebagai pulau dengan berbagai keindahan dan keunikan tersendiri. Salah satu tradisi Bali yang unik dan menarik adalah Mekotek. Mari kita mengenal lebih lanjut Tradisi Mekotek? 

Ngrebeg Mekotek merupakan tradisi warga Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung yang diperingati setiap enam bulan sekali dengan Hari Raya Kuningan. Masyarakat desa percaya bahwa tradisi ini menolak bala. Peserta Ngrebeg Mekotek adalah laki-laki yang telah mencapai usia remaja/dewasa. Dalam prosesi Ngrebeg Mekotek, mereka membawa pohon kelinci setinggi 2-3,5 meter dengan hiasan tamiang dan daun pandan di ujungnya.

Sebuah atraksi dibuat di tengah-tengah prosesi Ngrebeg Mekotek, menunjukkan kegagahan, kepiawaian dan kekompakan para peserta memanjat batang kayu yang dikumpulkan. Secara tradisional, Ngrebeg Mekotek masuk dalam Warisan Budaya Takbenda Indonesia pada tahun 2016 dengan nomor pendaftaran 201600379, dan masyarakat Munggu memiliki kegigihan yang positif dalam melestarikan karya budaya ini.

Tradisi Mekotek diikuti oleh laki-laki berusia antara 12 hingga 60 tahun. Setelah itu, peserta dibagi menjadi beberapa kelompok dengan membawa tongkat kayu. Kelompok-kelompok ini kemudian mengangkat pohon rakitan dan membentuk kerucut atau piramida. Kayu yang terangkat bergesekan menciptakan suara “tek tek” yang terus menerus, itulah mengapa tradisi ini dikenal sebagai Mekotek. Terkadang ada peserta yang berada di puncak piramida memberi perintah dan menyulut semangat peserta. 

Terpilih di antara Warisan Budaya Takbenda Indonesia

Tradisi Mekotek telah mendapatkan sertifikat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tanggal 27 Oktober 2016 yang menyatakan bahwa tradisi ini dianggap sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Bagus!

Pemerintah Kabupaten Badung kini memberikan kewenangan penyelenggaraan tradisi Mekotek dalam bentuk fragmen (pertunjukan) untuk memperkenalkan tradisi tersebut kepada wisatawan lokal maupun mancanegara dengan tetap melestarikan tradisi tersebut. 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *